Thrift Shop Bikin Bangkrut Negara!!

Thriftshop menjadi tren bisnis UMKM bagi seluruh kalangan yang ternyata sangat berdampak bagi negara, bahkan menyebabkan kebangkrutan.

Thriftshop menjadi tren bisnis UMKM bagi seluruh kalangan yang ternyata sangat berdampak bagi negara, bahkan menyebabkan kebangkrutan. Awalnya, Thrift Shop muncul pada tahun 2020 seiring dengan tren fashion yang mengikuti negara – negara lain. Thriftshop maupun pasar loak sama-sama menyediakan barang bekas atau second. Hanya saja, thriftshop dikemas seolah lebih terlihat keren dan populer ketimbang pasar loak. Para penjual barang-barang thrift juga kebanyakan mengambil barang dari pasar, lalu mereka menjual kembali dengan embel-embel vintage.

(Source : Ekonomi Bisnis.com)

Contents

Sejarah Thrift Shop

Sejarah thrift shop sendiri sebenarnya sudah lama ada, yaitu pada sekitar tahun 1760-1840-an. Revolusi industri pada abad ke-19 membentuk suatu budaya, yaitu mass-production of clothing. Hal ini membuat pakaian menjadi sangat murah dan membuat orang dengan mudah membuang pakaiannya. Di Inggris sendiri, tren pakaian bekas sudah mulai muncul sekitar era 1980-1990-an. Setiap tanggal 17 Agustus di Amerika Serikat diperingati sebagai National Thrift Store Day. Pada hari itu, toko-toko akan memberikan diskon besar-besaran.

Budaya Thrift Shop

Adanya budaya thrifting ini dinilai menjadi penyeimbang dari fast fashion. Sepanjang kuartal I 2019, industri tekstil dan pakaian mengalami lonjakan yang signifikan dengan pertumbuhan 18,98%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal I pada tahun 2018 yang angkanya berkisar di 7,46%. Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan peningkatan sebesar 4,45% per tahun dalam produksi industri manufaktur besar. Dampak dari fast fashion ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. United Climate Change News menjelaskan bahwa industri fesyen, menyumbang 10% gas rumah kaca yang timbul dari rantai pasokan yang panjang dan penggunaan energi dalam produksi yang intensif.

Peluang Thrift Shop

Banyak anak-anak muda yang mulai menggeluti bisnis thriftshop ini maupun menjadi konsumen thriftshop. Namun, yang banyak menjadi perbincangan adalah harga barang yang menjadi mahal. Barang thriftshop tidak seharusnya menjadi mahal, namun karena thrifting ini yang menjadi pop culture di masyarakat, jadilah para pemilik bisnis thrift shop menaikkan harganya dengan alasan barang yang dijual ini berkesan ‘vintage’ dan memilki esensi yang bagus.

Dampak Thrift Shop

Seiring berjalannya arus globalisasi, masyarakat Indonesia mulai gencar menjalani hidup ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan sebutan sustainable living. Dengan memahami urgensi dari gaya hidup tersebut, masyarakat pun mulai mengenali kerusakan yang disebabkan oleh industri fast fashion dan menemukan opsi berbelanja yang lebih ramah lingkungan, yaitu thrifting. Tren ini mulai menyebar luas ketika satu per satu toko online yang menjual pakaian bekas hasil kurasi bermunculan dalam lima tahun terakhir.

Seperti hal lainnya, ternyata thrifting tidak semudah kelihatannya. Disamping manfaat yang ada, budaya baru ini dapat menimbulkan kerusakan yang cukup besar bagi lingkungan dan orang lain. Dirasa penting untuk kita memahami keburukan dari siklus jual beli pakaian bekas untuk lebih memahami konsekuensi dari apapun yang kita lakukan, terutama jika menyangkut keberlangsungan semua orang.

Peraturan Thrift Shop

Pertengahan bulan Agustus 2022 lalu, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan memusnahkan pakaian bekas senilai Rp 8,5 miliar di Karawang, Jawa Barat. Tindakan tersebut bertujuan untuk menegakkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2022 yang mencakup tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor termasuk pakaian bekas.

Aturan mengenai larangan impor pakaian bekas sebenarnya sudah ada sejak tahun 2015. Namun realitanya, bisnis pakaian bekas (thrift shop) justru semakin populer di kalangan masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa aturan mengenai larangan impor pakaian bekas tidak efektif.

Pemusnahan pakaian bekas yang dilakukan oleh Zulkifli – dengan alasan potensi penyebaran jamur yang berbahaya bagi kesehatan dan menjaga industri tekstil dalam negeri – mendapat respons beragam dari berbagai kalangan. Ada pihak yang sepakat dengan langkah tersebut, namun ada pula pihak yang beranggapan bahwa impor pakaian bekas tidak perlu dilarang karena keberadaannya memiliki berbagai keuntungan bagi masyarakat. Sebagai salah satu bagian dari industri pakaian, fast fashion – mode bisnis fashion yang dikembangkan secara cepat, murah, dan massal – mengalami perkembangan yang signifikan di Indonesia dan dunia. Pasar fast fashion diperkirakan akan tumbuh menjadi US$133,43 miliar (Rp 2.024 triliun) pada tahun 2026, dengan tingkat pertumbuhan per tahun sebesar 7,7%.

Peraturan tersebut sangat mempengaruhi pembisnis, khusus nya para pelaku bisnis thriftshop. Banyak pelaku bisnis thriftshop yang merasa keberatan dengan peraturan yang ada. Hal ini disebabkan banyak pelaku bisnis yang hanya bergantung mata pencaharian pada bisnis thrift ini. Banyak pelaku bisnis yang merasa kesal dan geram kepada pemerintah dengan tindakan yang dilakukan. Bagi konsumen thrift, tentunya banyak konsumen yang merasa geram dengan peraturan yang ada. Selain barang – barang thrift memiliki kualitas lebih bagus, tentunya memiliki harga yang lebih jauh murah. Terlebih lagi, bisnis ini bisa dilakukan secara online yang memudahkan para konsumen baik dari sistem pembayaran dan juga dari segi efisiiensi waktu. 

Miliki Metode QRIS untuk semua pembayaran

Ingin Bisnis Makin Laris
Dengan Pembayaran QRIS?

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More Post

Tips Mengelola Keuanngan UMKM - Buat Qris
Keuangan

Tips Efektif Mengelola Keuangan UMKM

Contents Bagaimana Mengelola Keuangan? Mengelola keuangan bisa menjadi tantangan bagi setiap pemilik usaha kecil atau UMKM. Jika kamu tidak memiliki banyak pengalaman dalam mengelola keuangan

Read More »

Menuju Cashless Society, Apa Itu?

Dengan kondisi pandemi yang masih berlangsung secara global, masyarakat dituntut untuk beradaptasi dengan gaya hidup baru. Gaya hidup baru ini menyesuaikan dengan teknologi digital yang

Read More »