Redenominasi belakangan ini cukup sering menjadi topik pembahasan baik dari orang ke orang hingga pemberitaan pada berbagai media massa. Berbagai respon positif dari masyarakat yang beranggapan bahwa dengan adanya redenominasi mata uang akan terlihat efisien jika dikonversi ke mata uang US dollar dan nominal rupiah akan mudah dihitung terutama jika dalam jumlah yang besar. Akan tetapi, tak sedikit pula anggapan buruk terhadap kebijakan ini. Kekhawatiran masyarakat terhadap pengecilan nilai nominal mata uang yakni terjadinya pemotongan daya beli masyarakat akibat pemotongan nilai uang.
Redenominasi sebenarnya bukan rencana baru yang akan dilakukan di Indonesia. Kebijakan ini pertama kali diusulkan oleh Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution pada 2010. Sri mulyani telah mengemukakan rencana redenominasi melalui penerbitan RUU Redenominasi termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Berbagai pertimbangan telah dilalui hingga menghasilkan suatu keputusan dan menunggu momen yang tepat untuk menerapkan kebijakan ini. Sebelum kebijakan ini diimplementasikan, sebaiknya perlu adanya edukasi ke masyarakat terkait bagaimana sebenarnya sistem-sistem yang ada dalam redenominasi tersebut.
Mengenal Redenominasi
Sumber: sedeksi.com
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Sedangkan menurut BI dikutip dari situs resminya, redenominasi adalah penyederhanaan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula dengan penyederhanaan penulisan alat pembayaran atau uang. Hal ini berarti bahwa redenominasi atau penyederhanaan digit mata uang tidak mengurangi kemampuan daya tukarnya terhadap barang maupun jasa.
Contoh redenominasi adalah uang dengan nominal Rp50.000 diubah menjadi Rp50. Perubahan dapat dilihat dari berkurangnya 3 digit angka 0. Adanya perubahan ini tidak akan merubah nilainya menjadi lebih rendah. Misalnya saya membeli baju seharga Rp100.000 uang yang akan digunakan setelah pemotongan nilai nominal adalah uang dengan pecahan Rp100.
Penyederhanaan mata uang telah dilakukan lebih dari 60 negara. Beberapa negara yang pernah melakukan redenominasi mata uang seperti Turki, Zimbabwe, Venezuela, Brasil dan Rusia. Secara historis, negara-negara yang melakukan redenominasi sebagian besar disebabkan karena kasus hiperinflasi yang harus segera ditangani atau sedang dalam kondisi perang. Lantas apa tujuan Indonesia melakukan redenominasi ini? sementara keadaan negara-negara yang lebih dahulu melakukan redenominasi tidak dialami Indonesia, bahkan bisa dikatakan baik-baik saja.
Perbedaan dengan Sanering
Sumber: freepik.com
Anggapan orang-orang bahwa kebijakan redenominasi adalah pemotongan daya beli masyarakat akibat pemotongan nilai uang. Anggapan ini mengacu pada salah satu kebijakan yang disebut sanering. Sanering secara implementasi sama dengan redenominasi yakni memotong nilai mata uang. Sementara itu, tujuan dari sanering dan redenominasi adalah dua hal yang berbeda.
Menurut Bank Indonesia, sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Sanering dilakukan saat kondisi ekonomi sedang tidak sehat. Berbeda halnya dengan redenominasi yang memotong nilai dari uang dan barang, sedangkan sanering hanya memotong nilai uangnya saja.
Tujuan Redenominasi Rupiah
Menurut Bank Indonesia, redenominasi dilakukan agar sistem akuntansi keuangan menjadi lebih sederhana karena nominal angka yang ditulis jadi lebih sedikit. Penggunaan digit yang lebih sedikit akan mengurangi resiko kesalahan dalam pencatatan uang dalam transaksi, baik bagi masyarakat umum maupun pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Redenominasi juga dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Pengurangan jumlah digit akan memberi keteraturan dan kestabilan jika dibandingkan dengan mata uang negara lain. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia terhadap rupiah, yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia.
Siap Hadapi Redenominasi dengan Transaksi Digital
Efek psikologis terhadap perubahan nilai nominal uang rupiah akan terjadi di berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat yang awalnya menggunakan uang dengan pecahan besar, beralih menjadi uang dengan nilai nominal yang kecil. Adanya perubahan nilai nominal ini akan membuat masyarakat bingung saat melakukan transaksi karena angka desimal yang ada. Hal ini akan membuat konsumen bingung saat akan membayar barang atau jasa yang dibeli. Dari sisi produsen, mereka akan melakukan pembulatan harga, dan jika dilakukan pembulatan keatas, dikhawatirkan terjadi inflasi bahkan hiperinflasi. Kebijakan ini perlu dipersiapkan dengan matang dan perlu adanya sosialisasi yang merata untuk mencegah efek psikologis ini.
Sumber: indibizpay.id
Transaksi digital yang saat ini sedang trend bisa menjadi solusi mengatasi kebingungan masyarakat dalam bertransaksi saat redenominasi diberlangsungkan. Nilai nominal uang yang kecil akan menyebabkan transaksi digital terasa efisien digunakan baik dari sisi konsumen maupun penjual. QRIS sebagai sistem transaksi digital yang banyak digunakan konsumen saat ini dapat lebih dimasifkan lagi penggunaannya hingga ke pelosok. Sedangkan dari sisi penjual, penggunaan aplikasi jasa sistem pembayaran juga perlu ditingkatkan.
Penggunaan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) akan mempermudah proses transaksi antara konsumen dan penjual. Seluruh PJSP telah menyediakan QRIS pada sistem transaksinya sehingga transaksi akan jauh lebih efisien. Selain itu penjual semakin mudah dalam menjual produk secara digital. PJSP juga bahkan memberikan reward kepada penjual dari setiap hasil transaksi yang terjadi.
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) mendukung pelaku usaha dalam menciptakan efisiensi sistem transaksi berbasis digital. Oleh karena itu, transaksi digital akan menjadi primadona selama kebijakan redenominasi rupiah dilangsungkan. Mari berkontribusi mewujudkan inklusi keuangan dengan menerapkan sistem pembayaran digital.
Sumber:
theconversation.com
umsu.ac.id